Monday, April 12, 2010

"Arrest me and prove me wrong." As Assassinations Crisis Continues, Jakarta Post Runs Interview.

They sat on it for ten days, but the the English-language Jakarta Post has finally run this interview with me about TNI (Indonesian armed forces) assassinations:

http://www.thejakartapost.com/news/2010/04/12/arrest-me-and-prove-me-wrong.html

The Post piece contains transcription errors in the last two sentences. They should read: " If the TNI can do that, then maybe the Kopassus aid will go forward. If not, if the open trial decides the TNI is lying, that might kill the Kopassus aid."



NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below.

NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages.

NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below.

Email Me

Sunday, April 4, 2010

TNI Secara Diam-diam Mengaku Bersalah. Seseorang Ditanyai Hanya Karena Menelpon Saya. Para Elit Jakarta Ketakutan. Hanya Rakyat Yang Tak Gentar.

Jumat, 02 April, 2010

Oleh Allan Nairn (News and Comment, www.allannairn.com)

Pada hari Selasa, 23 Maret, jam 9.59 malam saya ditelpon di HP saya
oleh seorang Indonesia yang saya kenal. Dalam waktu 24 jam dia telah
ditanyai oleh intelijen negara Indonesia. Mereka bertanya: “Mengapa
kamu menelpon Allan? Apa hubunganmu dengan dia?”

Sebagai catatan, dia menelpon hanya untuk memberitahukan, “Mereka
menayangkan gambarmu di berita TV .” Hubungan saya dengan dia adalah
hubungan pertemanan biasa dan dia tidak ada hubungannya apapun dengan laporan saya tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan tentara Indonesia yang didukung oleh AS itu.

Tidak ada satupun dari aktivis atau jurnalis, termasuk mereka yang
dalam beberapa hari belakangan ini berhubungan atau bertemu dengan
saya, memperbincangkan (isi artikel) yang membuat heboh itu.

Saya sengaja menulis tentang hal ini karena, sebagaimana dikatakan
oleh seorang terkemuka dua hari yang lalu, “Sangatlah berbahaya
memperbincangkan artikel kamu di depan publik” -- dan (siapa tahu?)
bahkan mungkin lewat telepon.

Setelah Metro TV memotong siaran saya persis ketika saya mulai
mendiskusikan tentang pembunuhan-pembunuhan itu (lihat posting tanggal
24 maret 2010), salah seorang anggota stasiun TV tersebut menulis
kepada saya tentang kawan-kawan sejawatnya: “Saya tidak percaya
mereka.”

Angkatan bersenjata Indonesia telah secara diam-diam mengaku bersalah
karena mereka punya kesempatan untuk menahan saya kemarin, tetapi itu tidak dilakukan sekalipun mereka telah menggembar-gemborkan bahwa mereka akan menangkap saya untuk membersihkan nama mereka di depan peradilan terbuka.

Sebelum kemarin sore, mereka masih bisa berkilah seacara teknis karena
secara formal mereka tidak tahu saya berada dimana, namun setelah
pukul 5.30 atau pukul 6 sore, seluruh bangsa mestinya sudah tahu
karena saya harus melakukan wawancara dalam siarang langsung.

Namun Kopassus membunuh siaran tersebut persis pada saat saya sedang
menujun studio TV One di Jakarta. Komandan Jendral mereka, Lodewijk,
gagal tidak saja dalam menghadapi saya secara langsung tetapi juga
mengabaikan kesempatan untuk memborgol saya karena saya secara hukum “mencemarkan nama baik TNI” (lihat posting 31 Maret 2010)

Ketika kemudian saya bertanya kepada eksekutif TV One tentang mengapa mereka membatalkan wawancara tersebut, ia menjawab bahwa itu ‘terlalu beresiko’ untuk mereka. Ia menyebutkan bahwa mereka pun, bisa kena tuduhan pelanggaran yang sama seperti yang tengah saya hadapi.

Besok, hari Sabtu, saya dijadwalkan melakukan wawancara dengan media
cetak. Seseorang yang terlibat dalam wawancara tersebut menulis, “[Kami] tidak sabar menunggu wawancara ini. [Kami] sudah beritahu redaksi kami dan mereka pun senang sekali. Saya hanya berharap bahwa tidak akan pembatalan di menit-menit terakhir seperti yang terjadi dengan TV One.”

Saya berani bertaruh bahwa tidak akan ada pembatalan. Media cetak bisa
diedit dan -- karena merupakan medianya elit -- tidak akan menjangkau
rakyat biasa sebagaimana halnya televisi.

Apa yang seharusnya saya sampaikan di TV One setelah membeberkan
fakta-fakta pembunuhan adalah dengan semata-mata mengulang apa yang
dikatakan banyak orang namun tidak pernah terdengar dari pembaca
berita di Jakarta:

‘Mengapa setelah membunuh, menyiksa dan memperkosa ratusan ribu
rakyat, tidak ada satupun Jendral TNI yang dipenjara karena kejahatan
ini? Semua orang di Indonesia tahu: para hakim takut dan tunduk
sebagaimana halnya dengan para politisi dan lembaga-lembaga pers yang
besar. Tetapi rakyat tidak takut. Anda tahu apa yang dikatakan rakyat
miskin tentang TNI? Mereka menyebutnya ‘[orang] sadis.’ TNI sendiri
mengakuinya dalam website mereka. (Lihat posting 8 November, 2007).

Saya nggak sabar untuk menyebutkan kata itu, dan kemudian mendengarkan reaksi dari orang-orang yang duduk, dan menonton dari lantai-lantai mengkilap seperti beberapa dari mereka yang saya kenal.

Sungguh menyenangkan mendengar pikiran-pikiran Anda bergema dari
panggung kecil, seperti studio TV. Dan ia menggemakan pidato populer
yang kadang-kadang menciptakan petir politik.


NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below.

NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages.

NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below.

Email Me

Friday, April 2, 2010

TNI Tacitly Admits Guilt. Man Questioned for Calling Me on Phone. Establishment Jakarta is Afraid. Only the People Don't Tremble.

By Allan Nairn (www.allannairn.com)

On Tuesday, March 23 at 9:59 at night I received a call on one of my cell phones from an Indonesian man I know. Within 24 hours he had been questioned by Indonesian state intelligence. They asked: "Why are you calling Allan? What's your relationship with him?"

For the record, he was calling to exclaim "They're showing your picture on the TV news!" Our relationship is, he's a friendly acquaintance and he had nothing whatsoever to do with my recent report on assassinations by the US-backed Indonesian armed forces (TNI).

Nor did any activist or journalist, including those who, in recent days, have been in touch with or met with me to discuss the ensuing uproar.

I'm putting this in print because, as one public figure said two nights ago, "It can be dangerous to discuss your article in public" -- and, who knows?, maybe even by phone.

After Metro TV pulled me off-air in minutes when I started discussing assassination specifics (see posting of March 24, 2010), one member of the station wrote to me saying of their colleagues: "I don't trust them."

The Indonesian armed forces have already tacitly conceded their guilt since they had a chance to arrest me yesterday, but didn't, even though they've been proclaiming that they want to do so to clear their name in open court.

Before yesterday afternoon they had the technical excuse that they didn't formally know my location, but as of 5:30 or 6pm the nation would have known since I was due for a live TV sit-down.

But Kopassus killed the interview as I was en route to the Jakarta TV One studio. Their commanding General, Lodewijk, backed down not just from confronting me face-to-face verbally, but from the chance to have the cuffs slapped on me for legally "defiling" TNI's "good name" (See posting of March 31, 2010)

When I later asked a TV One executive why they too had pulled the plug, he said it would have been "too risky" for them. He claimed they could face the same felony charge I'm facing.

Tomorrow, Saturday, I'm due for a print interview. One person involved with it has written: "[We]can't wait to make this interview. [We]'ve told [our] editors and they are excited. I'm just hoping no last minute cancelation like TVOne did."

I'm betting there won't be a cancellation. Print is edited and -- in elite outlets -- doesn't reach the rakyat biasa, the regular people, like live TV does.

What I would have said on TV One after stating the murder facts would have been to simply repeat what people say but never hear from the Jakarta presenters:

'Why is it that after murdering, torturing and raping many hundreds of thousands, not a single TNI General is in prison for these crimes? Everyone in Indonesia knows: the judges are afraid, or complicit, as are the politicians and the big press. But the rakyat is not as frightened. You know what poor people call the TNI? They call them "the sadists." The TNI even acknowledged this on their website.' (See posting of November 8, 2007).

I couldn't wait to say those words, then listen for the responses from people sitting, watching from reed-brushed floors like the ones I know.

It's nice to hear your own sentiments echo back from a distant podium, like a TV studio. And it is echoed popular speech that sometimes makes political thunder.



NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below.

NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages.

NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below.

Email Me

Thursday, April 1, 2010

Pls. scroll down for English language postings re. assassinations by the Indonesian military (TNI), and Obama's plan to boost their aid.

Email Me

Below are Indonesian translations of challenge to military to arrest me live, on air, and re. cancellation of that TV appearance due to TNI pressure.

Email Me

Perkembangan Pembunuhan: Tekanan dari Kopassus Kabarnya Membuat TV One Membatalkan Wawancara Langsung

Oleh Allan Nairn (www.allannairn.com)

Pada saat saya sedang menuju ke studio untuk menghadiri wawancara
tentang TNI sebagaimana yang sudah disepakati sebelumnya, saya
mendapat telpon yang mengabarkan bahwa TV One, sebuah TV berita di
Indonesia, telah memutuskan untuk membatalkan acara itu akibat tekanan dari Kopassus.

Kopassus adalah salah satu unit yang telah saya laporkan terlibat
dalam pembunuhan politik di Aceh. Presiden Obama kabarnya ingin
meningkatkan bantuan Amerika Serikat kepada Kopassus, dan laporan saya tampaknya telah menciptakan krisis bagi tentara Indonesia dan AS.

Meskipun TV One telah sepakat sebelumnya untuk mewawancarai saya
selama 15 atau 30 menit, mereka memutuskan secara sepihak -- tanpa
memberitahu saya sebelumnya -- bahwa mereka akan menayangkan saya
hanya jika komandan Kopassus, Jendral Lodewijk, ada disana untuk
memberikan bantahan kepada saya.

Saya tentu saja sangat senang untuk berhadapan langsung dan mengajukan pertanyaan kepada sang Jendral, tetapi masalahnya si Jendral itu menolak untuk menghadapi saya.

Demikianlah, karena Kopassus, wawancara langsung saya dengan TV One
dibatalkan.

Jendral Lodewijk dan TNI, mengapa Anda takut menghadapi kenyataan?

Dan kepada TV One, kenapa Anda takut untuk membiarkan saya berdiskusi kenyataan itu, sebagaimana yang telah kita sepakati sebelumnya?



NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below.

NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages.

NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below.

Email Me

TV One Menyebutkan, Wawancara Langsung Tentang Pembunuhan, Rabu, 31 Maret Jam 5.30 atau 6 Petang, Waktu Jakarta

Oleh Allan Nairn

TV One, sebuah TV berita di Indonesia, menyatakan bahwa mereka akan melakukan wawancara langsung dengan saya di studio sehubungan dengan laporan saya tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh TNI pada jam 5.30 atau jam 6 petang WIB(jam 6.30 atau 7.00 pagi waktu Timur Amerika).

Semalam mereka sepakat bahwa saya akan diwawancarai sendirian selama
15 atau 30 menit dan akan dijinkan berbicara bebas tanpa penyensoran,
sebagaimana yang sudah terjadi minggu lalu dengan METRO TV (lihat
posting dibawah).

Kita lihat saja apa yang akan terjadi

Karena TNI mengancam akan menahan saya, maka ini ada sebuah kesempatan untuk mereka. Mereka bisa menahan saya dan disiarkan secara langsung oleh TV nasional di Studio TV One, Jakarta. Kemudian, kita akan berhadapan dengan pengadilan public dimana saya akan mendiskusikan fakta-fakta kejahatan mereka, dan mereka yang mensponsorinya yakni pemerintah Amerika Serikat.

Jika mereka gagal melakukannya maka ini akan merupakan pengakuan
diam-diam bahwa apa yang saya laporkan adalah benar adanya, karena
mereka menuduh bahwa saya telah ‘mencemarkan nama baik’ TNI, yang
merupakan sebuah kejahatan di Indonesia, dan karena mereka menyatakan pula bahwa mereka akan membersihkan nama baik itu dengan tuntutan criminal.



NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below.

NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages.

NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below.

Email Me