Jumat, 02 April, 2010
Oleh Allan Nairn (News and Comment, www.allannairn.com)
Pada hari Selasa, 23 Maret, jam 9.59 malam saya ditelpon di HP saya
oleh seorang Indonesia yang saya kenal. Dalam waktu 24 jam dia telah
ditanyai oleh intelijen negara Indonesia. Mereka bertanya: “Mengapa
kamu menelpon Allan? Apa hubunganmu dengan dia?”
Sebagai catatan, dia menelpon hanya untuk memberitahukan, “Mereka
menayangkan gambarmu di berita TV .” Hubungan saya dengan dia adalah
hubungan pertemanan biasa dan dia tidak ada hubungannya apapun dengan laporan saya tentang pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan tentara Indonesia yang didukung oleh AS itu.
Tidak ada satupun dari aktivis atau jurnalis, termasuk mereka yang
dalam beberapa hari belakangan ini berhubungan atau bertemu dengan
saya, memperbincangkan (isi artikel) yang membuat heboh itu.
Saya sengaja menulis tentang hal ini karena, sebagaimana dikatakan
oleh seorang terkemuka dua hari yang lalu, “Sangatlah berbahaya
memperbincangkan artikel kamu di depan publik” -- dan (siapa tahu?)
bahkan mungkin lewat telepon.
Setelah Metro TV memotong siaran saya persis ketika saya mulai
mendiskusikan tentang pembunuhan-pembunuhan itu (lihat posting tanggal
24 maret 2010), salah seorang anggota stasiun TV tersebut menulis
kepada saya tentang kawan-kawan sejawatnya: “Saya tidak percaya
mereka.”
Angkatan bersenjata Indonesia telah secara diam-diam mengaku bersalah
karena mereka punya kesempatan untuk menahan saya kemarin, tetapi itu tidak dilakukan sekalipun mereka telah menggembar-gemborkan bahwa mereka akan menangkap saya untuk membersihkan nama mereka di depan peradilan terbuka.
Sebelum kemarin sore, mereka masih bisa berkilah seacara teknis karena
secara formal mereka tidak tahu saya berada dimana, namun setelah
pukul 5.30 atau pukul 6 sore, seluruh bangsa mestinya sudah tahu
karena saya harus melakukan wawancara dalam siarang langsung.
Namun Kopassus membunuh siaran tersebut persis pada saat saya sedang
menujun studio TV One di Jakarta. Komandan Jendral mereka, Lodewijk,
gagal tidak saja dalam menghadapi saya secara langsung tetapi juga
mengabaikan kesempatan untuk memborgol saya karena saya secara hukum “mencemarkan nama baik TNI” (lihat posting 31 Maret 2010)
Ketika kemudian saya bertanya kepada eksekutif TV One tentang mengapa mereka membatalkan wawancara tersebut, ia menjawab bahwa itu ‘terlalu beresiko’ untuk mereka. Ia menyebutkan bahwa mereka pun, bisa kena tuduhan pelanggaran yang sama seperti yang tengah saya hadapi.
Besok, hari Sabtu, saya dijadwalkan melakukan wawancara dengan media
cetak. Seseorang yang terlibat dalam wawancara tersebut menulis, “[Kami] tidak sabar menunggu wawancara ini. [Kami] sudah beritahu redaksi kami dan mereka pun senang sekali. Saya hanya berharap bahwa tidak akan pembatalan di menit-menit terakhir seperti yang terjadi dengan TV One.”
Saya berani bertaruh bahwa tidak akan ada pembatalan. Media cetak bisa
diedit dan -- karena merupakan medianya elit -- tidak akan menjangkau
rakyat biasa sebagaimana halnya televisi.
Apa yang seharusnya saya sampaikan di TV One setelah membeberkan
fakta-fakta pembunuhan adalah dengan semata-mata mengulang apa yang
dikatakan banyak orang namun tidak pernah terdengar dari pembaca
berita di Jakarta:
‘Mengapa setelah membunuh, menyiksa dan memperkosa ratusan ribu
rakyat, tidak ada satupun Jendral TNI yang dipenjara karena kejahatan
ini? Semua orang di Indonesia tahu: para hakim takut dan tunduk
sebagaimana halnya dengan para politisi dan lembaga-lembaga pers yang
besar. Tetapi rakyat tidak takut. Anda tahu apa yang dikatakan rakyat
miskin tentang TNI? Mereka menyebutnya ‘[orang] sadis.’ TNI sendiri
mengakuinya dalam website mereka. (Lihat posting 8 November, 2007).
Saya nggak sabar untuk menyebutkan kata itu, dan kemudian mendengarkan reaksi dari orang-orang yang duduk, dan menonton dari lantai-lantai mengkilap seperti beberapa dari mereka yang saya kenal.
Sungguh menyenangkan mendengar pikiran-pikiran Anda bergema dari
panggung kecil, seperti studio TV. Dan ia menggemakan pidato populer
yang kadang-kadang menciptakan petir politik.
NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below.
NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages.
NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below.
Email Me