Thursday, October 23, 2014

Jenderal Ryamizard: Sang Ideolog Pembantaian Warga Sipil

23 Oktober 2014

Salah seorang pendukung kunci Jokowi yang muncul di Istana Negara hari selasa lalu adalah mantan Kepala Staf Angkatan Darat,  Jenderal Ryamizard Ryacudu. 

Ryamizard adalah orang kepercayaan Megawati, pimpinan partai Jokowi. Ryamizard pernah membantu menaikkan Mega ke kursi presiden dengan turut serta menyingkirkan pendahulunya, presiden Gus Dur. 

Satu hal yang paling menonjol dari Ryamizard: di tubuh TNI, dialah sosok terdepan dalam merasionalisasikan pembantaian warga sipil.

Di bulan Oktober 2004, saya menulis laporan terkait pasukan Ryamizard di Aceh:

"Minggu lalu Amnesty International mengeluarkan laporan tentang Aceh yang mencatat bahwa 'pelanggaran hak asasi manusia ... begitu luas sampai-sampai tak satu pun aspek kehidupan di provinsi tersebut yang tak terjamah.'  ... Amnesty berbicara tentang 'eksekusi ekstra-yudisial warga sipil oleh militer' yang terjadi baru-baru ini--jumlahnya ratusan, kata para aktivis setempat secara terpisah--termasuk, menurut Amnesty, 'aksi pembunuhan di luar batas-batas hukum, terhadap perempuan dan anak-anak.'" 

Ketika ditanya tentang salah satu pembantaian—pembantaian terhadap anak-anak di dekat Bireuen, Aceh—Ryamizard menjawab dengan sebuah lelucon tentang pisang goreng dan diam-diam membela aksi tersebut, mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak pun bisa membunuh.

Pernyataan itu mungkin terdengar menjijikan, namun belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penyataan publik—dikutip Antara (8 Desember 2003)--dimana Ryamizard mengatakan bahwa warga sipil sah menjadi sasaran tentara jika mereka "tidak menyukai " kebijakan militer atau menyuarakan “pendapat yang sama” dengan para pemberontak anti-pemerintah.

Ketika membicarakan warga sipil yang tidak senang dengan kondisi Darurat Militer, sesungguhnya Ryamizard mengklarifikasi definisi TNI mengenai apa saja yang bisa membuat seseorang dikategorisasikan sebagai musuh.

Ia menunjukkan bahwa siapapun yang “tidak senang” seperti itu akan didefinisikan oleh TNI sebagai "GAM"--atau anggota Gerakan Aceh Merdeka.

"Orang-orang yang tidak senang dengan darurat militer di Aceh adalah orang GAM," kata Jenderal Ryamizard, "Jadi jika omongannya sama dengan anggota GAM, maka dapat dipastikan mereka  adiknya orang-orang separatis itu."

Kategorisasi ini sangat penting karena secara resmi pendekatan  TNI terhadap GAM adalah "buru dan musnahkan”, seperti yang diambil dari kata-kata Jendral Endriartono pada Mei 2003, dikutip oleh Amnesty International.

Kini operasi militer di Aceh sudah berakhir, namun pembunuhan warga sipil terus terjadi di Papua dan di tempat-tempat lainnya. Sejauh yang bisa diketahui, doktrin Ryamizard masih berlaku.

Jika Jokowi ingin mengakhiri praktek pembunuhan--atau pemenjaraan--terhadap rakyat hanya karena negara tidak menyukai pendapat mereka, sudah sepantasnya ia menyeret jenderal-jenderal seperti Ryamizard ke meja hijau, bukannya malah memberikan jabatan yang lebih tinggi.

Allan Nairn


Untuk laporan Antara yang mengutip pernyataan Ryamizard tentang orang-orang yang tidak suka dengan Darurat Militer, lihat Laksamana.Net, 8 Desember 2003, 8:00am, "Gen. Ryamizard 'With Us or Against Us'" dapat diakses di JoyoNews.org .

Untuk kutipan tentang pisang goreng, dan pembunuhan anak-anak dan perempuan, lihat majalah Time, 2 Juni 2003 , dan artikel saya tanggal 21 Oktober 2014 "Tanda Merah Calon Menteri: Apakah Jokowi Sungguh-Sungguh Membangun Kabinet Bersih?" Versi Bahasa Inggris:  "Red Marks Next to Their Names: Is Jokowi Serious About Being Clean?"



NOTE TO READERS: News and Comment is looking for assistance with translating blog postings into other languages, and also with fund raising and distributing the blog content more widely. Those interested please get in touch via the e-mail link below. NOTE TO READERS RE. TRANSLATION: Portions of News and Comment are now available in Arabic, Brazilian Portuguese, Danish, French, German, Russian and Spanish translation (click preceding links or Profile link above) but translation help is still needed -- particularly with older postings, in these and all other languages. NOTE TO READERS RE. POTENTIAL EVIDENCE: News and Comment is looking for public and private documents and first-hand information that could develop into evidence regarding war crimes or crimes against humanity by officials. Please forward material via the email link below. Email Me